Kamis, 16 Desember 2010

hadiah cermin untukku

Aku gak mau menjadi setan yang menakutimu
Aku gak mau menjadi iblis yang menyesatkanmu
Yang aku mau kau mencoba.. tuk mengenal aku
Yang aku mau kau belajar.. tuk mencintai aku
Tulus.. dan apa adanya..
Aku gak mau seperti api yang membakar hatimu
Aku gak mau seperti duri yang melukaimu
Yang aku tahu ku mencoba.. terbuka
Yang aku tahu ku sengaja.. tuk bicara
Tulus.. dan apa adanya..

Yap..sepenggal lagu slank itu bermakna banget buat aku. Aku tersadar akan suatu hal dan muncul satu pertanyaan di benakku, “apakah selama ini aku virus baginya?”. Sikapnya telah lama berubah. Ia yang dulu tersenyum untukku, menyemangatiku, kini senyuman itu hanya bisa kulihat dari kejauhan. Hanya bisa membayangkan senyum itu untukku, seperti dulu.

Aku sering bertanya-tanya, mengapa ia berubah. Salahkah aku menunjukkan rasa ini? Lalu seharusnya bagaimana? Hanya diam dan berteriak dalam hati? Berharap ia akan mengerti sendiri apa yang kurasakan? Lalu inikah jawaban darinya..dengan diam dan perlahan menjauh dariku?

Aku sering merasa ini seperti tak adil. Ia begitu riangnya membagikan senyumnya yang kurindukan kepada orang lain. Lalu kembali diam tanpa senyum jika orang itu aku. Adilkah ini? Haruskah air mata ini habis untuk membuat ia percaya?

Dan waktu mencoba mengobatiku, memapahku keluar dari keadaan irasional ini. Perlahan aku tegar. Perlahan aku mulai bersikap normal. Yah..setidaknya lebih baik dari waktu itu. Meskipun itu hanya pembungkusnya saja. Hanya aku dan Sang Pemilik hati yang tahu sebenarnya keadaanku. Hingga kisah-kisah lain pun berdatangan, dan bagiku itu semua hanya angin lalu. Fokusku masih tertuju padanya. Inikah kebodohan terbesar yang kulakukan? Seberapa sakit pun luka yang ia buat, selalu ada kata maaf untuknya.

Perlahan aku menyadari suatu hal. Kisah yang ku alami saat ini mengajarkanku banyak hal. Kini aku merasakan bagaimana menjadi dia dan menghadapi orang seperti aku. Memang tidak sama persis, namun kurang lebih seperti itulah. Aku seakan melihat dari sisinya, pandangannya selama ini. Aku mengerti. Aku pahami. Aku pun berdiam lama memikirkannya. Pertanyaan itu pun muncul, “apakah selama ini aku virus baginya?”. Jahatkah aku selama ini?

Kenangan itu, aku masih ingat semua. Saat-saat dimana aku antara ada dan tiada baginya. Hingga puncaknya agustus 2008, aku hancur sehancur-hancurnya. Ia menciptakan batas, jurang pemisah yang cukup, yang membuatnya seakan lupa ingatan hanya akan diriku dan duniaku. Mampukah ia bayangkan, bagaimana duniaku saat itu?

Mungkin ia tak salah. Mungkin selama ini aku hanya memandang dari sisi egoku saja. Aku tak berusaha memahaminya. Hingga akhirnya keadaan pun berbalik. Dan aku mengerti. Ya, aku harus lebih banyak berintrospeksi. Aku mengambil hikmah dari sepenggal kisah hidup ini.

Cinta itu bagaimana membuat seseorang merasa bebas dan nyaman menjadi dirinya sendiri.
Cinta itu bagaimana cara memahami pilihan hidup seseorang.
Cinta itu bagaimana cara untuk tegar dan ikhlas merelakan seseorang menempuh jalan hidupnya, meskipun kau tak dapat mendustakan setiap tetes air mata di pelupuk matamu.
Karena...
Cinta sejati akan datang disaat yang tepat, memeluk, dan menyandarkanmu di bahunya, menyeka air matamu dengan lembutnya, tersenyum padamu hingga tiada lagi kesedihan dan keraguan di hatimu.
Dan cinta sejati tidak akan meninggalkanmu meskipun engkau jauh, tidak akan melupakanmu kendatipun kau melupakannya, tidak akan membiarkanmu sendiri walaupun kau berkata sanggup.
Cinta sejati itu dekat. Sangat dekat. Buka mata, hati, telinga, dan kau kan menemukannya.

J

note: artikel ini aku beri judul 'hadiah cermin untukku' karena kisah ini seakan membuat mata hatiku terbuka untuk melihat dari sisi lain, untuk melihat jauh lebih bijaksana dari sebelumnya..